Welcome...

"..disanalah sebuah asa dan rasa tersimpan..disana pulalah kelembutan itu ada...dan disana jualah dimana Tuhanmu menghembuskan bisikan kebenaran.. kau semestinya tahu, bahwa dia adalah hatimu..."

Senin, 29 Oktober 2012

About LOVE (Part 2)


Kisah..
(It’s all about Love, Patience, and Sincerity)

Rumahku adalah surgaku. Barangkali semboyan inilah yang sering dipakai untuk menggambarkan kehidupan berkeeluarga yang tentram dan harmonis. Tetapi, apakah memang selalu benar dan nyata adanya bahwa semua keluarga selalu dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang? Ya, pada dasarnya sebuah keluarga memang dibangun atas dasar cinta. Seorang laki-laki menikahi seorang perempuan untuk dijadikan istrinya juga atas dasar cinta.
Sebuah ikrar janji suci pada saat ijab kabul sebetulnya menjadi satu janji yang paling fundamental untuk seumur hidup yang semestinya dipegang kuat-kuat dan menjadi bukti nyata bahwa mereka disatukan atas dasar niat yang suci, cinta yang suci, yang dianugrahkan oleh Tuhan, dan menjadi pengingat akan doa mereka ketika itu agar bisa menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Pengingat disaat masalah-masalah kecil mulai bermunculan, saat keduanya sama-sama mulai mengerti apa sesungguhnya makna dari “menerima apa adanya” ketika menyadari bahwa pasangannya mempunyai kekurangan yang tidak diketahui sebelumnya. Kenyataan tersebut yang kemudian sering dibahasakan dengan ungkapan, “Kau telah banyak berubah!” atau “Kau tidak seperti dulu ketika kita belum menikah!”.
Doa pernikahan tersebut semestinya menjadi janji dan pengingat bahwa sebenarnya untuk mewujud menjadi sebuah kelurga yang -sakinah mawaddah wa rahmah- dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah, dibutuhkan pengertian yang tidak sederhana, dibutuhkan pemahaman yang tidak sepele, tapi sekali lagi itu butuh perjuangan yang berat dan sangat berat.
Berikut ada sebuah cerita,
Konon, ada sebuah rumah yang dihuni oleh sepasang suami istri yang baru menikah dan ibu dari suami tersebut. Mereka hanya tinggal bertiga. Dan entah mengapa sang mertua sangat tidak suka pada menantunya, meskipun menantunya merasa tidak ada yang janggal dengan dirinya, tapi ibu mertua tetap bersikap memperlihatkan ketidak sukaannya. Ibu mertua selalu menyindir menantunya dengan ungkapan yang menyakitkan hati menantunya. Diapun sering menceritakan hal-hal sepele mengenai kekurangan sang menantu pada tetangga-tetangganya. Walhasil banyak tetangga  yang tahu dan akhirnya menyimpulkan bahwa hubungan mereka benar-benar tidak harmonis, banyak anggapan-anggapan miring dari banyak orang mengenai sang menantu yang membuatnya sedih dan merasa sakit hati.
Sang menantu sudah seringkali menceritakan hal itu pada suaminya, akan tetapi suaminya juga tidak bisa berbuat banyak, mengingat sang ibu memang memiliki watak yang keras dan tempramental. Suaminya hanya bisa menyarankan agar istrinya sabar menghadapi ibunya. Namun, kondisi tersebut tak jua selesai.  Ibu mertua tetap dengan sikapnya membenci menantunya. Sang menantupun sepertinya sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya atas perlakuan ibu mertuanya tersebut. Dia menjadi begitu membenci ibu mertuanya. Dia sudah tidak bisa diam atas semua perlakuan itu. Dia begitu dendam pada ibu mertuanya tersebut sampai-sampai berniat ingin menghabisi nyawa ibu mertuanya. Karna dia berpikir itulah cara satu-satunya agar berakhir deritanya. Akhirnya diam-diam, dia memutuskan untuk pergi pada seorang peramu obat untuk ‘menyelesaikan masalahnya’.
Diapun mengutarakan semuanya pada peramu obat tersebut. Dia menginginkan ramuan racun yang dapat mematikan ibu mertuanya sehingga ia terlepas dari nestapa yang selama ini mengurungnya. Peramu obat itupun mengerti, dan dia bertanya padanya “apakah kau yakin dengan ini masalahmu bisa selesai? Apakah kau yakin aku dapat membantumu?”. Sang menantu itupun menjawab, “Ya,  aku sangat yakin hanya ini yang dapat menyelesaikan masalahku, dan jelas dalam hal ini kau membantuku menyelesaikan masalahku. Maka aku akan sangat berterima kasih padamu. Berapapun kamu minta imbalan, akan aku berikan.”. Peramu obat itu mengangguk dan dia meminta waktu untuk membuatkan racikannya.
Beberapa saat kemudian peramu obat itu keluar memberikannya sebotol kecil ramuan yang terbungkus plastik hitam. Dia menjelaskan caranya agar nantinya niat tersebut tidak mencurigakan semua orang sehingga sang menantu bebas dari tuduhan apapun jika terjadi apa-apa dengan ibu mertuanya. Diapun mengangguk senang dan puas akan  menjalankan rencananya tersebut.
Dia mengingat betul saran-saran yang diberikan peramu obat tersebut. Obat itu hanya akan berfungsi setelah dikonsumsi rutin selama enam bulan. Sehingga dia harus memastikan ibu mertuanya mengkonsumsinya setiap hari. Peramu itupun  menyarankan agar selama itu, dia harus bersikap baik pada ibu mertuanya agar nantinya dia tidak dicurigai jika terjadi sesuatu dengannya. Karena orang-orang pasti akan menuduhnya atas dasar permusuhan antara anak dan ibu mertua tersebut. Dan satu lagi, apapun perlakuan ibu mertuanya, dia harus membalasnya dengan sikap terbaik dan harus selalu tersenyum ketika berhadapan dengan ibu mertuanya. Sang menantu mengiyakan dan dia sangat senang membayangkan hasilnya.
  Keesokan harinya, dia mulai menjalankan misinya, sesuai aturan dari sang peramu obat. Pagi-pagi dia memasak makanan kesukaan ibu mertuanya dan menghidangkannya seporsi bersama minumannya, dan tidak lupa dia telah menaburkan ramuan obat tersebut. Begitupun seterusnya, sang menantulah yang selalu menghidangkan makanan untuk ibu mertuanya setiap hari dan setiap waktu makan. Dan setiap kali dia dimaki-maki, sang menantu hanya diam atau justru membalas dengan kata-kata yang baik. Diapun selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh ibu mertuanya. Dia mencoba berpura-pura menjadi baik dan dia sangat berhati-hati bersikap pada ibu mertuanya. Hal itu berlangsung setiap hari terus-menerus bahkan sampai ia terbiasa melakukannya dengan sangat baik.
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan, lima bulan, dan hampir enam bulan telah berlalu, obat itu telah dikonsumsi rutin oleh ibu mertuanya, namun ada hal yang menggetarkan batinnya ketika menyadari bahwa sang ibu mertua telah berubah drastis dalam menyikapinya. Ia menjadi baik bahkan sangat baik, dan selalu menyanjung-nyanjung menantunya di depan semua orang. Terkadang ibu mertuanya sampai membelikannya baju baru, dan ia berkata pada semua orang bahwa ia sekarang sangat menyayangi manantunya. Ia menjadi cemas luar biasa mengingat pada genap enam bulan, ibu mertunya akan mati. Maka iapun bergegas ke peramu obat itu, berniat untuk membatalkan semua rencananya tersebut.
Ia menceritakan semua perlakuan ibu mertuanya saat ini dengan menangis tersedu-sedu pada sang peramu obat, berharap ia dapat membatalkan niatnya dan meminta ramuan penawarnya. “Ketahuilah, obat itu tidak ada penawarnya,” jelas peramu obat. Sang menantu semakin menangis kencang dan menyesali kenapa ia tega berbuat keji pada ibu mertunya karna ia sekarang merasa begitu menyayangi ibu mertuanya. Sang peramu obat pun tersenyum melanjutkan kata-katanya,
“Kau tak perlu cemas. Dan kau tak perlu meminta penawarnya. Aku kini akan menjelaskan yang sebenarnya. Obat yang kau berikan pada ibu mertuamu itu sesungguhnya bukanlah racun, melainkan obat itu adalah suplemen vitamin. Sehingga tidak akan terjadi hal yang membahayakan bagi ibu mertuamu. Aku senang ternyata masalahmu kini telah terpecahkan.”
Bukan main senangnya hati sang menantu mendengar itu, bergegas ia pulang dan seketika sampai di rumah ia langsung menghambur memeluk ibu mertunya, menciumi tangannya dan berujar meminta maaf atas segala hal buruk yang mungkin mengesalkan ibu mertuanya selama ini. Ibu mertuanya pun ikut menangis dan meminta maaf juga pada menantunya atas semua sikap buruknya. Maka pada akhirnya, mereka pun saling menyayangi.*
(* cerita ini didapatkan penulis dari sebuah sumber yang dikemas dengan redaksi penulis sendiri)

Begitulah, terkadang keburukan yang menimpa kita tidak semata karena takdir. Sehingga kita tak bisa pasrah atas keadaan tidak nyaman yang mendera kita. Perlu adanya usaha untuk merubah kondisi menjadi lebih baik dan menjadi seperti apa yang kita inginkan. Dalam kisah ini, ketidak sukaan seseorang akan seseorang terkadang terlihat tanpa sebab, namun terkadang juga karena beberapa sebab yang tidak disadari. Jika ada yang membenci kita, maka janganlah kita hanya tinggal diam, apalagi jika orang yang bersangkutan merupakan bagian yang penting dalam hidup kita, yang setiap waktu dan mau tak mau kita selalu berurusan dengannya.
Meskipun demikian, atas sebab apapun sebenarnya tak harus kita telisik lebih jauh, namun yang harus kita lakukan adalah menghadapinya dan menyelesaikannya. Dan jawabannya adalah dengan kebaikan yang terus menerus dan kesabaran yang tak mengenal batas. Ya, karena memang pada dasarnya kesabaran itu tak pernah ada batasnya. Manusialah yang seringkali membatasi sendiri kesabaran itu dengan mengatakan ungkapan, “kesabaran ada batasnya dan kini kesabaranku sudah habis!”. Maka jika ada yang mengatakan seperti itu berarti memang dia tak bisa bersabar lagi. Dengan demikian, Inti dari cerita tersebut adalah pentingnya menyelesaikan masalah dengan kesabaran, yaitu kesabaran yang tidak pasif tapi aktif. Kesabaran yang ditumbuhkan dalam mencintai seseorang, meraih cinta seseorang, dan mencintai dengan ketulusan.
‘Selamat mencintai untuk dicinta, dan tersenyumlah, maka dunia akan tersenyum juga padamu.’


(Oktober, 2012)

About LOVE (Part I)


CINTA itu bukan tentang “Itu” tapi “ini”


CINTA itu bukan tentang “ Itu salahmu!”, tapi “Maafkanku..”
CINTA itu bukan tentang “Coba saja kau disini!”, tapi “Aku bersyukur kau selalu bersamaku”
CINTA itu bukan tentang “Kemana saja kau?!”, tapi “Aku senang kau pulang dengan selamat”
CINTA itu bukan tentang “Kenapa kau tega berbuat demikian?!” tapi “Dapat ku mengerti tindakanmu..”
CINTA itu bukan tentang “Kau selalu menyakiti hatiku dengan kata-katamu”, tapi “Maafkanku, seharusnya aku sedikit lebih lembut berkata padamu”
CINTA itu bukan tentang “Ambilkan aku ini! Dan buatkan aku teh!” tapi “sepertinya kau lelah, aku akan ambil sendiri dan aku akan membuatkan juga untukmu teh”
CINTA itu bukan tentang “Aku cemburu padamu! Kau terlihat dekat dengannya!” tapi “Aku tahu dia adalah temanmu, aku percaya padamu..”
CINTA itu bukan tentang “kenapa kau selalu seperti itu?!” tapi “Aku tahu itu adalah kekuranganmu dan aku sudah menerimamu apa adanya...”
CINTA itu bukan tentang “kenapa diam? Apa kurang yang aku berikan hah?!” tapi “kenapa kau diam sayang..? katakan apa salahku dan maafkan aku...ayo kita bicarakan baik-baik...”
CINTA itu bukan tentang “Kau selalu salah, kenapa selalu seperti itu?padahal sudah aku katakan aku tak suka kau seperti itu?!” tapi “dapat aku pahami sikapmu, dan aku tahu kau ingin berubah tapi tentu itu membutuhkan proses..”
CINTA itu bukan tentang “kau selalu mengecewakanku!” tapi “sejak awal aku sudah menyiapkan kesabaranku mencintaimu bersama kekuranganmu, dan akan aku membantumu...”
CINTA itu bukan tentang “Kenapa kotor sekali? Bersihkan itu!”, tapi “Sepertinya...ruangan ini kotor sayang...mari kita bersihkan bersama-sama..”
CINTA itu bukan tentang “Ah, kau tak pernah memahamiku, tak pernah tahu apa yang kumau!”, tapi “Bukankah kau bukan Tuhan yang selalu tahu apa kebutuhanku, maka aku akan katakan kepadamu sayangku...”
CINTA itu bukan tentang “kenapa kau tak bisa seperti orang itu?” tapi “aku bersyukur kau adalah kau. Karna aku telah dapatkan bahagiaku dengan bersamamu. . dan mungkin orang itu hanya mampu menyembunyikan kekurangan-kekurangannya sementara di hadapan kita.”
CINTA itu bukan tentang “kau sudah banyak berubah!” tapi “aku bersyukur kini aku telah mengerti seutuhnya tentangmu sayang...karna kita telah begitu dekat. Inilah senyatanya dirimu, sama halnya aku juga mungkin telah banyak berubah di matamu. Maka aku bersyukur kau masih menerimaku..”
CINTA itu bukan tentang “kau tak mencitaiku lagi”, tapi “aku yakin kau selalu cintaiku dan menyayangiku. Dan aku akan belajar untuk mencintaimu dengan cara mencinta yang sempurna.”

            Maka cinta itu bukan tentang “itu” tapi “ini”. Jika kau katakan “itu” maka cinta tidaklah bersamamu karna dia seperti telah cukup jauh darimu. Cinta itu adalah tentang “ini” yang manakala kau lihat, dia senyatanya berada tepat di hadapanmu, dia begitu jelas terlihat dalam pandanganmu, cukup dekat bahkan sangat dekat. Jangan kau katakan ”itu” karna dia tidaklah jauh darimu, kalaupun iya, barangkali kamulah  yang telah membuat jarak itu sendiri. Jangan katakan “itu” jika kau memang ingin dicintai.

            Dan sekarang katakanlah bahwa cinta adalah “ini”. Rasakanlah kedekatan dari setiap kata-kata yang keluar, sikap yang tertuang, dan rasa yang sesungguhnya ada. Menjadi dekat adalah menjadikan segala sesuatu berada dalam pandangan kita dengan lebih jelas. Menjadi dekat adalah meyakini segala sesuatu dengan lebih nyata. Menjadi dekat adalah menjadikannya bisa kita sentuh..bisa kita kenali berbagai sisi..dan bisa kita amati segala baik-buruk.  Terlepas dari keburukan-keburukan yang pada akhirnya terungkap, tapi ketahuilah bahwa itu lebih nyata dibanding kita melihat sesuatu dari kejauhan yang memungkinkannya nampak terlihat sangat bagus.

*Kau pasti tidaklah lupa bahwa bulan itu indah dari kejauhan tapi dia senyatanya hanya meminjam cahaya dan permukaannya pun tak sehalus kenampakannya. Matahari juga indah ketika kita nikmati ketika dia terbit maupun tenggelam dari kejauhan, tapi sesungguhnya cahayanya mampu membakar dan menyakitkan jika kita dekati. Bintangpun demikian, berkelip dengan indahnya, tapi sesungguhnya dia tak berbentuk segilima selayaknya ketika kita menggambarnya. Tapi bukankah mereka hanya sekedar indah saja, karena kita hanyalah mampu menikmatinya pada titik kejauhan, dan senyatanya kita tak dapat kita menikmatinya lebih dekat... inilah analogi yang diberikan Tuhan pada pelajaran titik “jauh” dan “dekat”.
Dengan demikian, kaupun pasti sangatlah paham bahwa Tuhan itu Maha Adil, tidak menciptakan segala sesuatu berada pada kesempurnaan. Mengapa ada seorag yang tua renta yang masih memikul kayu bakar yang begitu berat?? Maka mengapa banyak sekali orang-orang miskin yang mengidap penyakit serius?? Lalu mengapa ada seorang konglomerat yang mati bunuh diri??. Sesungguhnya hal inilah yang sering dilihat beberapa manusia sebagai ‘ketidakadilan Tuhan’. Tapi, tidaklah demikian, karena Tuhan memang benar-benar Maha Adil. Hanya pikiran kita saja yang kadangkala tidak sampai pada pemaknaan keadilan-Nya yang sesungguhnya. Dalam pada itu,  sesungguhnya yang paling jelas adalah, Dia menginginkan kita belajar, belajar, dan belajar. Belajar menerima kekurangan diatas kelebihan sekaligus kelebihan diatas kekurangan. Dia ingin kita belajar menerima dengan ‘penerimaan yang utuh’.

Segalanya ketika kita dekati sesungguhnya jauh lebih indah meskipun pada akhirnya kita tahu keburukan-keburukannya. Ya, segalanya yang lebih dekat sejatinya lebih indah dari apapun jua. Maka mengapa musti membuatnya jauh kalau akan membuat kita sulit menikmatinya secara lebih nyata? Jangan katakan “itulah kau” tapi “inilah aku”, sehingga lihatlah apa yang ada dalam dirimu sendiri maka kau sebetulnya belajar memberikan penerimaan atas segala sisi yang ada padamu yang juga ada pada orang lain.

Berikanlah yang terbaik atas apa yang ada pada dirimu. Berikan cinta seutuhnya. Berbuat baiklah meskipun harus melalui tahap kepura-puraan. Berbuat baiklah terus sampai tak ada titik jenuh, dan meskipun kau dapatkan tuba atas air susu yang kau suguhkan. Tapi tetap berbuat baiklah dan cintailah apa yang ada di dekatmu. Kau tak perlu bertanya sampai kapan dan apa yang akan kau dapat, karena pada akhirnya kehidupan sendirilah yang akan menjawab perlakuanmu padanya. Dia akan tahu seberapa besar usaha dan ketulusanmu. Dan rasakanlah setiap tetes keindahan yang ada di sekelilingmu. Meskipun hanya setetes.
Rasakan..
Renungi...
Resapi...
Nikmati...
Dan syukuri keberadaan CINTA yang sesungguhnya melingkupimu. Jangan membuat jarak jauh.

Maka, katakanlah “CINTA INI begitu indah...” karena CINTA tidaklah tentang “itu”, tapi..”ini”.


(Oktober, 2012)

Jumat, 07 September 2012

"Bukan Puisi"


"..tiba-tiba kenangan masa lalu berkelebat tak tentu arah, mengapa harus ada? jika sedih dan bahagia yang terangkum membekas terlampau dalam hingga menjadikan masa ini menjadi abu-abu, dan esok tiba-tiba berada dalam pelukan kabut. aku pun kembali mengulum senyap ini sembari mendengarkan hingar bingar di kejauhan,,,ya dalam sebuah masa dimana kenangan itu bertandang. mencampuradukkan rasa yg berirama andai dan andai. Benarkah Tuhan sedemikian rumitnya memberikan pelajaran untuk kita? akupun hanya diam dg tetap bersimbolkan 'koma'."

Serasa bertandang pada sebuah masa. Masa dimana menjejakkan kaki adalah hal yang biasa. Namun di masa kemudian hari jejak itu terlihat membelah jalanan berbatu, jejak-jejak yang sangat terlihat ketika kita membalikkan pandangan kita untuk sesaat. Nyaris...membuat cekungan tapak kaki yang mengering pada rekahan tanah merah. Betapapun hasrat ingin kembali meski hanya untuk sekedar menyapa jejak itu, namun tetap tak bisa. Langkah ini telah terlampau jauh dan tak urung bercengkrama kembali dengan serpihan kesedihan yang pernah ada. Tapi percayakah kau, bahwa diantara tangis dan tawa kala itu adalah kesatuan utuh dari kenangan yang tak terelakkan? Tangis itu telah menghantam tawa yang pada saat itu seakan tak berbanding bahkan hampir tak berasa, maka tangis itulah yg berjasa menjadikannya lengkung senyum yang indah.

Kau tahu kenapa masa lalu itu harus benar-benar ada? Dan mengapa terkadang masa itu seolah menjadi peluru yg sewaktu-waktu bisa melesat menembus segalanya ketika kita tarik pelatuknya? Begitu sederhananya Tuhan membagi masa menjadi hal yang sulit kita kompromikan: lalu, sekarang, dan nanti. Namun menjadi rumit ketika melihat apa yang sejatinya Tuhan rangkai dalam tiap-tiap masa itu, menjadikan yang lalu sebagai pijakan, yang sekarang sebagai kepastian, dan menjadikan yang nanti sebagai perencanaan.  Begitu banyak penerimaan  dan kerelaan yang musti kita taruhkan dalam persenjataan kita melalui masa-masa itu. ya, kerelaan, bukan kepuasan atau keputusasaan.

Oh Tuhan...bahkan barisan kesedihan itu ikut mengalun seindah irama merdu kebahagiaan. Mereka benar-benar tak terpisahkan. Ingin aku telisik  kembali bagaimana memainkan nada mayor yang berkumandang syahdu seperti kala itu, tapi nyatanya tak bisa. Dan tetap aku dihadapkan pada nada minor yang mendayu-dayu lirih hingga gaungnya menembus kolong jiwaku.

Bukan, ini bukan sebuah puisi. Aku hanya sedang memeluk rinduku yang tak terperi untuk sebuah alasan mengenang sebuah kenangan. Dia datang begitu saja. Mencambukku dengan timbangan masa lalu. Dan seketika itu juga, aku seperti ingin membenahi segala yang membuat bekas lara ini dan melengkungkan senyum yang lebih lebar dari apa yang aku ingat pada hari ini. Tapi jika Tuhan kabulkan, maka segalanya hanya akan menjadi usang tak bermakna, lalu tidak akan ada lagi hikmah, dan yang akan ada hanyalah keegoisan manusia.
Benarkan dengan alur yang seperti ini kiranya Tuhan mengajarkan kita keikhlasan? Kurasa memang iya. Maka, pastikan selalu bahwa kita tidak sedang ‘mengeja’ Tuhan.
Sekali lagi, ini bukan puisi kawan. Aku hanya memainkan sebaris nada kehidupan ini. Dia mengalun dan tak pernah berhenti memainkan rasa, memunculkan tanda koma [,], kemudian tanda seru [!], dan berlanjut pada tanda tanya [?].

Pada sebuah sudut ruang dan waktu,
(08/09/12)

Jumat, 22 Juni 2012

Anak itu Bernama Nirza. .



Tuhan...begitu absurd-kah Kau menyerupakan wujud-Mu pada berbentuk-bentuk kenyataan di kehidupan ini??
Bahkan terkadang manusia-Mu tak tahu dimana Kau berada, bahkan lebih dari itu, manusia-Mu hampir menganggap-Mu tak ‘ada’.
Tapi, aku ingin mengakui betul bahwa ‘ada’Mu selalu ada.

Tuhan..telah Kau relakan sebentuk keniscayaan, sebentuk kesenjangan yang ada di antara kenyataan yang melingkupi kehidupan manusia-Mu,
Dan Kau Maha Tahu, dialah Nirza...
Anak itu bernama Nirza..
Nirza...
Nirza....

“Tuhan...Nirza ini bukan manusia-Mu yg tak percaya Kau. Nirza sangat percaya Kau itu Tuhan Nirza, Tuhan ayah dan bunda Nirza, juga Tuhan semua teman-teman Nirza di sekolah. Kau itu ber‘ada’ Tuhan.” 

“Hmm...nirza pun tahu Kau itu sangat Penyayang sampai-sampai mengirimkan dua makhluk yang paling menyayangi Nirza dan juga Nirza sayangi di dunia ini. Sehingga Nirza tak perlu resah hidup di dunia ini. Kau sengaja menitipkan Nirza pada mereka, dengan bekal keamanan, perlindungan, dan kasih sayang mereka pada Nirza. Itu sudah lebih dari cukup. Meski Kau tak memberi Nirza kakak ataupun adik, Nirza rasa sudah cukup bersama mereka. Mereka sudah terlalu banyak Nirza repotkan, Tuhan... tolong sayangi ayah dan bunda ya...Nirza mohon pada-Mu Tuhan...”

[Samar-samar, aku seperti mendengar kalimat-kalimat syahdu Nirza, ya Nirza...]

“Tuhan...Kau begitu baik menciptakan Nirza sedemikian rupa sehingga Nirza bisa jelas melihat segala bentuk ciptaanMu, Nirza pun bisa mendengar apapun dengan telinga Nirza, menulis dan bermain dengan kedua tangan yang Kau berikan buat Nirza, Kau juga memberi otak buat Nirza untuk berfikir, mulut Nirza untuk bercerita apapun dengan bunda, dan yang lebih penting, Kau memberikan sebentuk hati buat Nirza agar Nirza benar-benar bisa merasakan bahwa Kau pasti ada kan Tuhan?
Iya, Nirza sangat yakin kok kalo Kau itu ada..”

[Bahkan dengan sebuah rasa yang tulus, akupun mendengar detak jantung Nirza yang mengumandangkan syukur...
Dia benar-benar Nirza...]

“Nirza minta maaf ya Tuhan kalo Nirza sering mengeluh. Waktu itu Nirza cuma merasa sakit di kaki Nirza Tuhan...seperti keseleo. Tapi gak sembuh-sembuh. Malahan Nirza jadi kesakitan kalo kaki Nirza sering dibuat jalan. Maaf ya Tuhan, Nirza kadang ngeluh capek. Nirza gak bisa lari-lari deh kaya’ teman-teman lainnya.” 

“Nirza juga minta maaf ya Tuhan, sering ngeluh juga kalo punggung Nirza kadang sakit. Nirza juga sering pusing. mungkin daya tahan tubuh Nirza lemah kali ya, itu yang dibilang Bunda ke Nirza, jadi kadang Nirza merasa gampang sakit. Nirza jadi sering ngrepotin ayah sama bunda kalo gini. Ayah nirza pasti capek harus selalu bopong Nirza dari sepeda motor sampai bangku Nirza di kelas.” 

[..dan naluri kekanakannya muncul. Kata-kata Nirza pun menjadi agak manja, selayaknya seorang anak, penuh dengan kepolosan. Begitu polos. Aku yakin dia pasti sedang dalam kondisi hati yang baik.]

“Tuhan..ayah dan bunda Nirza baik banget. Nirza kadang gak tega kalo sampai Nirza membuat sedih ayah dan bunda. Nirza sudah terlalu sering merepotkan ayah sama bunda. Nirza sebenernya pengen banget bisa bahagiain ayah bunda. Tapi Nirza bingung caranya. Nirza masih kelas 3 SD, belum bisa cari uang sendiri buat dikasih ke ayah dan bunda, atau paling tidak buat beliin sesuatu untuk diberikan ke ayah bunda. Nirza belum bisa. Akhirnya nirza cari alternatif lain. Kata guru Nirza di sekolah, kalau kewajiban anak itu belajar yang rajin. Dan katanya itu adalah salah satu bentuk usaha membahagiakan orang tua. Dulu memang Nirza bandel, suka main terus, tapi semenjak kaki Nirza sering sakit, Nirza jadi tidak bisa main. Akhirnya Nirza pikir, waktu-waktu Nirza mending buat belajar aja, biar sekalian bisa nyenengin ayah bunda.”

[Nirza pun menyadari, bahwa sosoknya benar-benar hanyalah seorang anak yang tak punya banyak daya untuk berbuat banyak hal.. Nirza tahu itu.]
[Dia memang Nirza...]

“Nirza pengen ucapin terima kasih yang tak terhingga pada-Mu Tuhan...karna juga memberikan teman-teman yang baik.”

[Kata-katanya terhenti,]

[Dan tulisankupun terhentikan, pada 01/06/2012, yang entah oleh apa..]

[begitu sampai kalimat itu aku tak mampu meneruskan. Menjadi buntu sampai kata-kata itu. sampai kata “baik”. Akupun tak mampu menggambarkan apapun lagi.] 

[sudah 15 hari, tapi tetap saja...]

[Tanpa daya, aku mengingat saat-saat aku melihat ia terseok-seok menyeret salah satu kakinya yang tak mau diadu bersama pasangannya..
Pelan-pelan dia mengambil mukena dari dalam laci dan ikut naik ke lantai dua untuk sholat dhuha bersama-sama semua temannya. Teman-temannya berhamburan, berebut keluar dan berlarian menuju kelas masing-masing. Tapi Nirza tetap berjalan santai. Mungkin ia ingin berlari, namun ternyata kekuatan kakinya tidak penuh. Ya, dia sebenarnya ingin ikut berhambur, berkejaran dengan teman-temannya. Tapi yang ia usahakan hanyalah tetap tersenyum seperti saat aku sapa dan kusejajari langkahnya.]

“Tuhan...tahukah Kau bahwa di dunia ini Nirza adalah anak yang beruntung. Nirza merasa beruntung bisa Kau beri kesempatan untuk hidup di dunia ini. Nirza beruntung bisa mendapati sosok ayah dan bunda menjadi orang tua Nirza. Nirza beruntung mempunyai keluarga yang peduli dan sangat sayang pada Nirza. Kau pasti tahu, Tuhan, betapa bunda selalu berusaha ada di sisi Nirza setiap waktu. Kadang Nirza heran dan hawatir kalau-kalau bunda akan bosan sama Nirza karena setiap waktu bersama Nirza dan mengurusi semua keperluan Nirza. Apalagi ayah Nirza, ayah sampai merelakan pekerjaan paginya untuk menemani Nirza di sekolah bersama bunda. Dulu, hanya bunda yang mengantar Nirza ke sekolah lalu bunda pergi dan datang lagi ketika jam pelajaran selesai untuk menjemput Nirza. Tapi tidak lama kemudian, bunda bahkan menunggui nirza sampai pulang, menunggui Nirza di luar kelas. Nirza sempat hawatir bunda akan bosan sekali menunggui Nirza. Dan beberapa lama kemudian, bahkan ayah ikut menunggui Nirza bersama bunda, dari pagi sampai pulang sekolah. Kadang Nirza pengen nangis melihat ayah dan bunda. Pasti mereka capek sekali menemani Nirza terus. Bunda..Ayah...maafin Nirza ya....”

[butiran bening itu tak sempat tertumpah. Aku ingat betul saat pagi itu, ketika kutanyai kenapa dia tidak bergegas ke lantai dua untuk sholat dhuha bersama teman-temannya. Dan aku menyesal kenapa hal itu harus kutanyakan. Lalu dia memasangkan mukenanya dan tetap melaksanakan sholat di kelas, seorang diri, dan tetap duduk di bangkunya. Aku juga ingat bagaimana ayahnya membopong Nirza dan mendudukkannya di bangku paling belakang. Akupun ingat betapa lembutnya bunda Nirza membisikkan sesuatu padanya, menggeserkan tempat duduknya pada posisi yang nyaman, mengambilkan buku-buku dari tas yang tergantung di samping meja, dan menatanya rapi di atas meja Nirza agar ia bisa lebih mudah meraih buku yang ia butuhkan. Aku ingat betul bagaiman pemamdangan itu aku temui setiap hari. Ya, setiap hari...]

“Kau pasti juga tahu, Tuhan, Nirza cuma anak kecil yang sebenarnya juga ingin banyak melakukan sesuatu. Nirza ingin bermain-main bersama teman-teman yang lain. Nirza juga ingin bisa ikut olah raga setiap hari Rabu. Nirza ingin sekali main petak umpet dengan teman-teman Nirza, tapi ah, pasti Nirza akan kalah terus.hehe. hmm..iya Tuhan, Nirza ngerti kok, tidak bisa melakukan itu semua. Tidak apa-apa buat Nirza. Nirza udah seneng kok Nirza masih diberi kesempatan untuk sekolah. Nirza seneng ketemu teman-teman Nirza, guru-guru Nirza, pokoknya Nirza senang.. Makasih ya, Tuhan..”

[sebuah penerimaan yang utuh. dari seorang anak bernama Nirza.]

“Dokterpun tak tahu apa penyakit Nirza, Nirza sudah di foto semua tubuh Nirza, kaki, tangan, dan badan Nirza. Tapi katanya dokter tidak mendapatkan kejanggalan. Akhirnya saat itu Dokter bilang sakit Nirza adalah karena keturunan.Tapi terakhir kemarin dokter ambil foto kepala Nirza. Dan dokter bilang sesuatu pada Ayah dan Bunda, sepertinya dokter sudah menemukan apa sakit Nirza. Tapi ayah dan bunda tidak bilang apa-apa ke Nirza. Nirza tidak apa-apa. Tuhan, Nirza yakin sekali Kau itu Maha Tahu apa penyakit Nirza ini. Tapi..Nirza juga gak peduli kok. Yang penting Nirza hanya ingin bahagia dalam keadaan apapun. Nirza percaya bahwa Kau selalu berikan Nirza kebahagiaan dan sesuatu yang terbaik buat Nirza. Makasih Tuhan..”

“Tuhan...Nirza minggu depan sudah ujian semester dua. Nirza mau belajar yang rajin biar bisa lulus ujian grade bawah, trus Nirza bisa naik kelas 4. Kali ini Nirza benar-benar ingin serius belajar Tuhan, gak tahu kenapa, tiba-tiba semangat Nirza bertambah. Nirza ingin belajar terus dan serius ikut les. Meski bunda akhir-akhir ini sering memperingatkan Nirza biar banyak istirahat. Tapi apa yang bisa Nirza lakukan kalau tidak belajar? Kemaren kepala Nirza sempat pusing sekali Tuhan, sampai Bunda melarang Nirza untuk ke sekolah. Tapi Nirza tidak mau. Nirza pengen tetap berangkat dan mempersiapkan benar-benar untuk ujian minggu depan. Nirza tidak ingin mengecewakan guru-guru yang telah berjasa mengajari Nirza. Dan yang paling penting, Nirza ingin membahagiakan ayah dan bunda. Ayah bunda pasti senang kalau nilai Nirza bagus-bagus. Segalanya telah mereka korbankan demi Nirza. Nirza ingin jadi yang terbaik. 

Sepertinya ini adalah waktu yang tepat. 

Terima kasih kasih guru-guruku..
Terima kasih teman-teman atas candanya...
Terima kasih Ayah..Bunda...
Aku sangat sayang kalian semua...

dan, Terima kasih Tuhan, Kau adalah segalanya buat Nirza..."

[dalam ucap syukurnya, Nirza mungkin sadar bahwa memang ‘Ini _benar-benar_ waktu yang tepat’]

Nirza...nir...zzaaa....bangun...banguuun sayang....
kenapa Nirza tak juga bangun?
Ini Bunda sayang...tidakkah Nirza kangen dengan Ayah dan Bunda??
Lama sekali Nirza tidur...ini sudah satu bulan sayang. 
Tidakkah Nirza lelah..?
Nirza banguun nak...
Bunda dan Ayah ingin sekali melihat senyum Nirza. 
Tidakkah Nirza juga ingin lihat senyum Bunda dan Ayah? 
Bangun sayang...lihatlah senyuman kami untukmu sayang...bukankah Nirza selalu ingin Bunda dan Ayah tersenyum?

Bangun sayaaang....banguuun...Bunda dan Ayah sayang Nirza. Sayang sekali...kamu anak yang sangat baik, sayang.
Bangun...

Nirza.....nir...zzaa....

Koma [,] berdetak, dan garis lurus [____________] 

[Tepat 30 hari, masih tetap sama, tapi kali ini...,
berujung pada sebuah titik [.]



Dedicated for Nisa (Nirza Farhan)
R.I.P 19.06.2012

-telepati itu seolah meresap dan menggaung-gaung di kepalaku,
lalu kutulis ini untuknya. 
Terima kasih Nisa sayang, kau membuatku banyak belajar.-


Selasa, 12 Juni 2012

Cer-pen

Sebuah Cerpen [Cerita-Penting]

Semua berkelebat  dalam lamunanku..
Tentangmu, tentang kita, dan apalagi..kalo bukan tentangku sendiri

Aku sedang jengah dengan diriku sendiri,
Ingin rasanya menuangkan apapun yang menggelayut dalam tubuh ini
Terlalu berat untuk aku biarkan membebani pundakku..
Entah apa itu,tapi hanya ‘seakan’
Semua membelitku tiada henti berhari-hari ini
Apapun menjelma menjadi kerusuhanku, dan...
mengenai puncaknya yaitu pada hari ini.

Hari ini...
Ah kawan, kau tahu aku sangat menantikan hari ini,
Hari dimana aku kan berdiri dengan anggun memandang dan menyaksikan kebahagiaanmu bersanding dengannya
Hari dimana kan kuberikan senyum terindahku, dan kukatakan bahwa semua ini memang harus kita syukuri bersama,
Kebahagiaanmu kan jadi bahagian dari kebahagiaanku juga,
Karna itu aku ingin ‘tampil cantik’,
Menyerupakan eloknya dirimu yang t’lah banyak memberi arti dalam sepenggal hidupku,
Tapi semoga kau pun tahu hal yang membuatku rusuh adalah juga hari ini..
Sebelum hari ini, aku benar-benar menyiapkan semua perlengkapanku untuk ‘tampil cantik’
Ucapan tercantik yang pernah aku buat, kado cantik, bahkan telah bertengger cantik sejak seminggu yg lalu, lengkap dengan plastik yg membungkusnya
Aku berfikir, ‘aku telah siap tinggal membawanya pergi bersama ragaku menghadiri upacaramu’
Ya, sejak seminggu yg lalu..
Kupersiapkan, mengingat kamulah sahabatku
Tak peduli berapa lama sikap utuhmu sebagai sahabat itu bertahan,
Tapi kau tetap sahabatku,
Karna mengingatmu adalah mengajarkanku atas apa yg bernamakan ketulusan..
Kau memberi banyak arti, kawan..
Lagi lagi, demi hari ini aku siapkan banyak hal untukku bisa ‘tampil cantik’
Lamunanku pun sempat membongkar semua jenis baju yang aku punya,
yang kan kusandingkan bersama teduhnya jiwaku menyemarakkan upacaramu
Tapi tak jua kutemukan baju yg pas untukku ‘tampil cantik’
Akhirnya, aku paksakan mencarinya di tengah2 kesibukanku seminggu ini
3 hari, dan akhirnya akupun dapat apa yg aku cari untukku ‘tampil cantik’
Aku setrika baju itu, dan aku siapkan dalam gantungan, lengkap,
Aku berfikir, ‘aku telah siap memasangkannya bersama raga ini menghadiri upacaramu’
Kupersiapkan, mengingat kamulah sabahatku...
Aku tak mungkin melepaskan hari ini berlalu tanpa hadirku disana...
Tak mungkin, aku kembali bersalah sebagaimana aku tak mampu hadir di hari bahagia kedua sahabat kita itu..
Aku tak ingin kembali salah
Dan aku kembali mengingat hari ini..
Aku begitu berharap aku benar-benar ‘tampil cantik’ disana,
Menyuarakan ucapan selamat dan doa dari mulutku yang kan langsung bisa kau dengar,
Dengan senyum, atau bahkan air mata keharuanku karena kau telah sampai di hari berbahagia ini..
Hari ini, aku benar-benar ingin ‘tampil cantik’
Hingga kau bisa melihatku bahwa aku benar-benar penuhi pintamu untuk hadir disini
Mengingatmu adalah mengingatku sendiri,
Yang dalam perjumpaan kita menemukan alasan kenapa kau tetap sama dan akupun juga sama
Begitulah yang dikatakan Tuhan, kawan..
Dan begitulah hidup saling memberi arti,
Kau lah sahabatku..
Karna itu,
Aku ingin segera sampai pada panggungku ‘tampil cantik’
Aku bersegera, menempuh kecepatan tak biasa, mengejar inginku ‘tampil cantik’
Melaju...
Bermula pada titik [10.27],
dan berakhir pada titik [11.27]


“Untuk hari ini, Tuhan pun tak pernah ‘berkehendak lain’, tapi ini memang kehendak-Nya,
Maafkanku...tak sempat benar-benar ‘tampil cantik’ didepanmu,”
~semoga selalu berbahagia, mengarakkan perahu, mendayung sampan menuju satu tujuan, dan jangan pernah berhenti sebelum kau menemukan  perjumpaan pada jejak-jejak rida Tuhan...~

Dan aku,

Dan aku,
  




Dan aku?? Menamakan diriku menjadi [KOMA].






Saat itu, menyerupa ‘bulan dan venus’, 2012