Welcome...

"..disanalah sebuah asa dan rasa tersimpan..disana pulalah kelembutan itu ada...dan disana jualah dimana Tuhanmu menghembuskan bisikan kebenaran.. kau semestinya tahu, bahwa dia adalah hatimu..."

Jumat, 22 Juni 2012

Anak itu Bernama Nirza. .



Tuhan...begitu absurd-kah Kau menyerupakan wujud-Mu pada berbentuk-bentuk kenyataan di kehidupan ini??
Bahkan terkadang manusia-Mu tak tahu dimana Kau berada, bahkan lebih dari itu, manusia-Mu hampir menganggap-Mu tak ‘ada’.
Tapi, aku ingin mengakui betul bahwa ‘ada’Mu selalu ada.

Tuhan..telah Kau relakan sebentuk keniscayaan, sebentuk kesenjangan yang ada di antara kenyataan yang melingkupi kehidupan manusia-Mu,
Dan Kau Maha Tahu, dialah Nirza...
Anak itu bernama Nirza..
Nirza...
Nirza....

“Tuhan...Nirza ini bukan manusia-Mu yg tak percaya Kau. Nirza sangat percaya Kau itu Tuhan Nirza, Tuhan ayah dan bunda Nirza, juga Tuhan semua teman-teman Nirza di sekolah. Kau itu ber‘ada’ Tuhan.” 

“Hmm...nirza pun tahu Kau itu sangat Penyayang sampai-sampai mengirimkan dua makhluk yang paling menyayangi Nirza dan juga Nirza sayangi di dunia ini. Sehingga Nirza tak perlu resah hidup di dunia ini. Kau sengaja menitipkan Nirza pada mereka, dengan bekal keamanan, perlindungan, dan kasih sayang mereka pada Nirza. Itu sudah lebih dari cukup. Meski Kau tak memberi Nirza kakak ataupun adik, Nirza rasa sudah cukup bersama mereka. Mereka sudah terlalu banyak Nirza repotkan, Tuhan... tolong sayangi ayah dan bunda ya...Nirza mohon pada-Mu Tuhan...”

[Samar-samar, aku seperti mendengar kalimat-kalimat syahdu Nirza, ya Nirza...]

“Tuhan...Kau begitu baik menciptakan Nirza sedemikian rupa sehingga Nirza bisa jelas melihat segala bentuk ciptaanMu, Nirza pun bisa mendengar apapun dengan telinga Nirza, menulis dan bermain dengan kedua tangan yang Kau berikan buat Nirza, Kau juga memberi otak buat Nirza untuk berfikir, mulut Nirza untuk bercerita apapun dengan bunda, dan yang lebih penting, Kau memberikan sebentuk hati buat Nirza agar Nirza benar-benar bisa merasakan bahwa Kau pasti ada kan Tuhan?
Iya, Nirza sangat yakin kok kalo Kau itu ada..”

[Bahkan dengan sebuah rasa yang tulus, akupun mendengar detak jantung Nirza yang mengumandangkan syukur...
Dia benar-benar Nirza...]

“Nirza minta maaf ya Tuhan kalo Nirza sering mengeluh. Waktu itu Nirza cuma merasa sakit di kaki Nirza Tuhan...seperti keseleo. Tapi gak sembuh-sembuh. Malahan Nirza jadi kesakitan kalo kaki Nirza sering dibuat jalan. Maaf ya Tuhan, Nirza kadang ngeluh capek. Nirza gak bisa lari-lari deh kaya’ teman-teman lainnya.” 

“Nirza juga minta maaf ya Tuhan, sering ngeluh juga kalo punggung Nirza kadang sakit. Nirza juga sering pusing. mungkin daya tahan tubuh Nirza lemah kali ya, itu yang dibilang Bunda ke Nirza, jadi kadang Nirza merasa gampang sakit. Nirza jadi sering ngrepotin ayah sama bunda kalo gini. Ayah nirza pasti capek harus selalu bopong Nirza dari sepeda motor sampai bangku Nirza di kelas.” 

[..dan naluri kekanakannya muncul. Kata-kata Nirza pun menjadi agak manja, selayaknya seorang anak, penuh dengan kepolosan. Begitu polos. Aku yakin dia pasti sedang dalam kondisi hati yang baik.]

“Tuhan..ayah dan bunda Nirza baik banget. Nirza kadang gak tega kalo sampai Nirza membuat sedih ayah dan bunda. Nirza sudah terlalu sering merepotkan ayah sama bunda. Nirza sebenernya pengen banget bisa bahagiain ayah bunda. Tapi Nirza bingung caranya. Nirza masih kelas 3 SD, belum bisa cari uang sendiri buat dikasih ke ayah dan bunda, atau paling tidak buat beliin sesuatu untuk diberikan ke ayah bunda. Nirza belum bisa. Akhirnya nirza cari alternatif lain. Kata guru Nirza di sekolah, kalau kewajiban anak itu belajar yang rajin. Dan katanya itu adalah salah satu bentuk usaha membahagiakan orang tua. Dulu memang Nirza bandel, suka main terus, tapi semenjak kaki Nirza sering sakit, Nirza jadi tidak bisa main. Akhirnya Nirza pikir, waktu-waktu Nirza mending buat belajar aja, biar sekalian bisa nyenengin ayah bunda.”

[Nirza pun menyadari, bahwa sosoknya benar-benar hanyalah seorang anak yang tak punya banyak daya untuk berbuat banyak hal.. Nirza tahu itu.]
[Dia memang Nirza...]

“Nirza pengen ucapin terima kasih yang tak terhingga pada-Mu Tuhan...karna juga memberikan teman-teman yang baik.”

[Kata-katanya terhenti,]

[Dan tulisankupun terhentikan, pada 01/06/2012, yang entah oleh apa..]

[begitu sampai kalimat itu aku tak mampu meneruskan. Menjadi buntu sampai kata-kata itu. sampai kata “baik”. Akupun tak mampu menggambarkan apapun lagi.] 

[sudah 15 hari, tapi tetap saja...]

[Tanpa daya, aku mengingat saat-saat aku melihat ia terseok-seok menyeret salah satu kakinya yang tak mau diadu bersama pasangannya..
Pelan-pelan dia mengambil mukena dari dalam laci dan ikut naik ke lantai dua untuk sholat dhuha bersama-sama semua temannya. Teman-temannya berhamburan, berebut keluar dan berlarian menuju kelas masing-masing. Tapi Nirza tetap berjalan santai. Mungkin ia ingin berlari, namun ternyata kekuatan kakinya tidak penuh. Ya, dia sebenarnya ingin ikut berhambur, berkejaran dengan teman-temannya. Tapi yang ia usahakan hanyalah tetap tersenyum seperti saat aku sapa dan kusejajari langkahnya.]

“Tuhan...tahukah Kau bahwa di dunia ini Nirza adalah anak yang beruntung. Nirza merasa beruntung bisa Kau beri kesempatan untuk hidup di dunia ini. Nirza beruntung bisa mendapati sosok ayah dan bunda menjadi orang tua Nirza. Nirza beruntung mempunyai keluarga yang peduli dan sangat sayang pada Nirza. Kau pasti tahu, Tuhan, betapa bunda selalu berusaha ada di sisi Nirza setiap waktu. Kadang Nirza heran dan hawatir kalau-kalau bunda akan bosan sama Nirza karena setiap waktu bersama Nirza dan mengurusi semua keperluan Nirza. Apalagi ayah Nirza, ayah sampai merelakan pekerjaan paginya untuk menemani Nirza di sekolah bersama bunda. Dulu, hanya bunda yang mengantar Nirza ke sekolah lalu bunda pergi dan datang lagi ketika jam pelajaran selesai untuk menjemput Nirza. Tapi tidak lama kemudian, bunda bahkan menunggui nirza sampai pulang, menunggui Nirza di luar kelas. Nirza sempat hawatir bunda akan bosan sekali menunggui Nirza. Dan beberapa lama kemudian, bahkan ayah ikut menunggui Nirza bersama bunda, dari pagi sampai pulang sekolah. Kadang Nirza pengen nangis melihat ayah dan bunda. Pasti mereka capek sekali menemani Nirza terus. Bunda..Ayah...maafin Nirza ya....”

[butiran bening itu tak sempat tertumpah. Aku ingat betul saat pagi itu, ketika kutanyai kenapa dia tidak bergegas ke lantai dua untuk sholat dhuha bersama teman-temannya. Dan aku menyesal kenapa hal itu harus kutanyakan. Lalu dia memasangkan mukenanya dan tetap melaksanakan sholat di kelas, seorang diri, dan tetap duduk di bangkunya. Aku juga ingat bagaimana ayahnya membopong Nirza dan mendudukkannya di bangku paling belakang. Akupun ingat betapa lembutnya bunda Nirza membisikkan sesuatu padanya, menggeserkan tempat duduknya pada posisi yang nyaman, mengambilkan buku-buku dari tas yang tergantung di samping meja, dan menatanya rapi di atas meja Nirza agar ia bisa lebih mudah meraih buku yang ia butuhkan. Aku ingat betul bagaiman pemamdangan itu aku temui setiap hari. Ya, setiap hari...]

“Kau pasti juga tahu, Tuhan, Nirza cuma anak kecil yang sebenarnya juga ingin banyak melakukan sesuatu. Nirza ingin bermain-main bersama teman-teman yang lain. Nirza juga ingin bisa ikut olah raga setiap hari Rabu. Nirza ingin sekali main petak umpet dengan teman-teman Nirza, tapi ah, pasti Nirza akan kalah terus.hehe. hmm..iya Tuhan, Nirza ngerti kok, tidak bisa melakukan itu semua. Tidak apa-apa buat Nirza. Nirza udah seneng kok Nirza masih diberi kesempatan untuk sekolah. Nirza seneng ketemu teman-teman Nirza, guru-guru Nirza, pokoknya Nirza senang.. Makasih ya, Tuhan..”

[sebuah penerimaan yang utuh. dari seorang anak bernama Nirza.]

“Dokterpun tak tahu apa penyakit Nirza, Nirza sudah di foto semua tubuh Nirza, kaki, tangan, dan badan Nirza. Tapi katanya dokter tidak mendapatkan kejanggalan. Akhirnya saat itu Dokter bilang sakit Nirza adalah karena keturunan.Tapi terakhir kemarin dokter ambil foto kepala Nirza. Dan dokter bilang sesuatu pada Ayah dan Bunda, sepertinya dokter sudah menemukan apa sakit Nirza. Tapi ayah dan bunda tidak bilang apa-apa ke Nirza. Nirza tidak apa-apa. Tuhan, Nirza yakin sekali Kau itu Maha Tahu apa penyakit Nirza ini. Tapi..Nirza juga gak peduli kok. Yang penting Nirza hanya ingin bahagia dalam keadaan apapun. Nirza percaya bahwa Kau selalu berikan Nirza kebahagiaan dan sesuatu yang terbaik buat Nirza. Makasih Tuhan..”

“Tuhan...Nirza minggu depan sudah ujian semester dua. Nirza mau belajar yang rajin biar bisa lulus ujian grade bawah, trus Nirza bisa naik kelas 4. Kali ini Nirza benar-benar ingin serius belajar Tuhan, gak tahu kenapa, tiba-tiba semangat Nirza bertambah. Nirza ingin belajar terus dan serius ikut les. Meski bunda akhir-akhir ini sering memperingatkan Nirza biar banyak istirahat. Tapi apa yang bisa Nirza lakukan kalau tidak belajar? Kemaren kepala Nirza sempat pusing sekali Tuhan, sampai Bunda melarang Nirza untuk ke sekolah. Tapi Nirza tidak mau. Nirza pengen tetap berangkat dan mempersiapkan benar-benar untuk ujian minggu depan. Nirza tidak ingin mengecewakan guru-guru yang telah berjasa mengajari Nirza. Dan yang paling penting, Nirza ingin membahagiakan ayah dan bunda. Ayah bunda pasti senang kalau nilai Nirza bagus-bagus. Segalanya telah mereka korbankan demi Nirza. Nirza ingin jadi yang terbaik. 

Sepertinya ini adalah waktu yang tepat. 

Terima kasih kasih guru-guruku..
Terima kasih teman-teman atas candanya...
Terima kasih Ayah..Bunda...
Aku sangat sayang kalian semua...

dan, Terima kasih Tuhan, Kau adalah segalanya buat Nirza..."

[dalam ucap syukurnya, Nirza mungkin sadar bahwa memang ‘Ini _benar-benar_ waktu yang tepat’]

Nirza...nir...zzaaa....bangun...banguuun sayang....
kenapa Nirza tak juga bangun?
Ini Bunda sayang...tidakkah Nirza kangen dengan Ayah dan Bunda??
Lama sekali Nirza tidur...ini sudah satu bulan sayang. 
Tidakkah Nirza lelah..?
Nirza banguun nak...
Bunda dan Ayah ingin sekali melihat senyum Nirza. 
Tidakkah Nirza juga ingin lihat senyum Bunda dan Ayah? 
Bangun sayang...lihatlah senyuman kami untukmu sayang...bukankah Nirza selalu ingin Bunda dan Ayah tersenyum?

Bangun sayaaang....banguuun...Bunda dan Ayah sayang Nirza. Sayang sekali...kamu anak yang sangat baik, sayang.
Bangun...

Nirza.....nir...zzaa....

Koma [,] berdetak, dan garis lurus [____________] 

[Tepat 30 hari, masih tetap sama, tapi kali ini...,
berujung pada sebuah titik [.]



Dedicated for Nisa (Nirza Farhan)
R.I.P 19.06.2012

-telepati itu seolah meresap dan menggaung-gaung di kepalaku,
lalu kutulis ini untuknya. 
Terima kasih Nisa sayang, kau membuatku banyak belajar.-


2 komentar:

  1. Menyentuh, hingga mataku beckaca2 dibuatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Xthroks... ikut berdoa untuknya juga ya...

      Hapus