Tuhan...begitu absurd-kah
Kau menyerupakan wujud-Mu pada berbentuk-bentuk kenyataan di kehidupan ini??
Bahkan terkadang manusia-Mu
tak tahu dimana Kau berada, bahkan lebih dari itu, manusia-Mu hampir
menganggap-Mu tak ‘ada’.
Tapi, aku ingin mengakui
betul bahwa ‘ada’Mu selalu ada.
Tuhan..telah Kau relakan
sebentuk keniscayaan, sebentuk kesenjangan yang ada di antara kenyataan yang
melingkupi kehidupan manusia-Mu,
Dan Kau Maha Tahu, dialah
Nirza...
Anak itu bernama Nirza..
Nirza...
Nirza....
“Tuhan...Nirza ini bukan
manusia-Mu yg tak percaya Kau. Nirza sangat percaya Kau itu Tuhan Nirza, Tuhan
ayah dan bunda Nirza, juga Tuhan semua teman-teman Nirza di sekolah. Kau itu
ber‘ada’ Tuhan.”
“Hmm...nirza pun tahu Kau
itu sangat Penyayang sampai-sampai mengirimkan dua makhluk yang paling
menyayangi Nirza dan juga Nirza sayangi di dunia ini. Sehingga Nirza tak perlu
resah hidup di dunia ini. Kau sengaja menitipkan Nirza pada mereka, dengan
bekal keamanan, perlindungan, dan kasih sayang mereka pada Nirza. Itu sudah
lebih dari cukup. Meski Kau tak memberi Nirza kakak ataupun adik, Nirza rasa
sudah cukup bersama mereka. Mereka sudah terlalu banyak Nirza repotkan,
Tuhan... tolong sayangi ayah dan bunda ya...Nirza mohon pada-Mu Tuhan...”
[Samar-samar, aku seperti
mendengar kalimat-kalimat syahdu Nirza, ya Nirza...]
“Tuhan...Kau begitu baik
menciptakan Nirza sedemikian rupa sehingga Nirza bisa jelas melihat segala
bentuk ciptaanMu, Nirza pun bisa mendengar apapun dengan telinga Nirza, menulis
dan bermain dengan kedua tangan yang Kau berikan buat Nirza, Kau juga memberi otak
buat Nirza untuk berfikir, mulut Nirza untuk bercerita apapun dengan bunda, dan
yang lebih penting, Kau memberikan sebentuk hati buat Nirza agar Nirza
benar-benar bisa merasakan bahwa Kau pasti ada kan Tuhan?
Iya, Nirza sangat yakin kok
kalo Kau itu ada..”
[Bahkan dengan sebuah rasa
yang tulus, akupun mendengar detak jantung Nirza yang mengumandangkan syukur...
Dia benar-benar Nirza...]
“Nirza minta maaf ya Tuhan
kalo Nirza sering mengeluh. Waktu itu Nirza cuma merasa sakit di kaki Nirza
Tuhan...seperti keseleo. Tapi gak sembuh-sembuh. Malahan Nirza jadi kesakitan
kalo kaki Nirza sering dibuat jalan. Maaf ya Tuhan, Nirza kadang ngeluh capek.
Nirza gak bisa lari-lari deh kaya’ teman-teman lainnya.”
“Nirza juga minta maaf ya
Tuhan, sering ngeluh juga kalo punggung Nirza kadang sakit. Nirza juga sering
pusing. mungkin daya tahan tubuh Nirza lemah kali ya, itu yang dibilang Bunda
ke Nirza, jadi kadang Nirza merasa gampang sakit. Nirza jadi sering ngrepotin ayah
sama bunda kalo gini. Ayah nirza pasti capek harus selalu bopong Nirza dari
sepeda motor sampai bangku Nirza di kelas.”
[..dan naluri kekanakannya
muncul. Kata-kata Nirza pun menjadi agak manja, selayaknya seorang anak, penuh
dengan kepolosan. Begitu polos. Aku yakin dia pasti sedang dalam kondisi hati
yang baik.]
“Tuhan..ayah dan bunda
Nirza baik banget. Nirza kadang gak tega kalo sampai Nirza membuat sedih ayah
dan bunda. Nirza sudah terlalu sering merepotkan ayah sama bunda. Nirza
sebenernya pengen banget bisa bahagiain ayah bunda. Tapi Nirza bingung caranya.
Nirza masih kelas 3 SD, belum bisa cari uang sendiri buat dikasih ke ayah dan
bunda, atau paling tidak buat beliin sesuatu untuk diberikan ke ayah bunda.
Nirza belum bisa. Akhirnya nirza cari alternatif lain. Kata guru Nirza di
sekolah, kalau kewajiban anak itu belajar yang rajin. Dan katanya itu adalah
salah satu bentuk usaha membahagiakan orang tua. Dulu memang Nirza bandel, suka
main terus, tapi semenjak kaki Nirza sering sakit, Nirza jadi tidak bisa main.
Akhirnya Nirza pikir, waktu-waktu Nirza mending buat belajar aja, biar sekalian
bisa nyenengin ayah bunda.”
[Nirza pun menyadari, bahwa
sosoknya benar-benar hanyalah seorang anak yang tak punya banyak daya untuk
berbuat banyak hal.. Nirza tahu itu.]
[Dia memang Nirza...]
“Nirza pengen ucapin terima
kasih yang tak terhingga pada-Mu Tuhan...karna juga memberikan teman-teman yang
baik.”
[Kata-katanya terhenti,]
[Dan tulisankupun
terhentikan, pada 01/06/2012, yang entah oleh apa..]
[begitu sampai kalimat itu
aku tak mampu meneruskan. Menjadi buntu sampai kata-kata itu. sampai kata
“baik”. Akupun tak mampu menggambarkan apapun lagi.]
[sudah 15 hari, tapi tetap
saja...]
[Tanpa daya, aku mengingat
saat-saat aku melihat ia terseok-seok menyeret salah satu kakinya yang tak mau
diadu bersama pasangannya..
Pelan-pelan dia mengambil
mukena dari dalam laci dan ikut naik ke lantai dua untuk sholat dhuha
bersama-sama semua temannya. Teman-temannya berhamburan, berebut keluar dan
berlarian menuju kelas masing-masing. Tapi Nirza tetap berjalan santai. Mungkin
ia ingin berlari, namun ternyata kekuatan kakinya tidak penuh. Ya, dia
sebenarnya ingin ikut berhambur, berkejaran dengan teman-temannya. Tapi yang ia
usahakan hanyalah tetap tersenyum seperti saat aku sapa dan kusejajari langkahnya.]
“Tuhan...tahukah Kau bahwa
di dunia ini Nirza adalah anak yang beruntung. Nirza merasa beruntung bisa Kau
beri kesempatan untuk hidup di dunia ini. Nirza beruntung bisa mendapati sosok
ayah dan bunda menjadi orang tua Nirza. Nirza beruntung mempunyai keluarga yang
peduli dan sangat sayang pada Nirza. Kau pasti tahu, Tuhan, betapa bunda selalu
berusaha ada di sisi Nirza setiap waktu. Kadang Nirza heran dan hawatir
kalau-kalau bunda akan bosan sama Nirza karena setiap waktu bersama Nirza dan
mengurusi semua keperluan Nirza. Apalagi ayah Nirza, ayah sampai merelakan
pekerjaan paginya untuk menemani Nirza di sekolah bersama bunda. Dulu, hanya
bunda yang mengantar Nirza ke sekolah lalu bunda pergi dan datang lagi ketika
jam pelajaran selesai untuk menjemput Nirza. Tapi tidak lama kemudian, bunda
bahkan menunggui nirza sampai pulang, menunggui Nirza di luar kelas. Nirza
sempat hawatir bunda akan bosan sekali menunggui Nirza. Dan beberapa lama
kemudian, bahkan ayah ikut menunggui Nirza bersama bunda, dari pagi sampai
pulang sekolah. Kadang Nirza pengen nangis melihat ayah dan bunda. Pasti mereka
capek sekali menemani Nirza terus. Bunda..Ayah...maafin Nirza ya....”
[butiran bening itu tak
sempat tertumpah. Aku ingat betul saat pagi itu, ketika kutanyai kenapa dia tidak
bergegas ke lantai dua untuk sholat dhuha bersama teman-temannya. Dan aku
menyesal kenapa hal itu harus kutanyakan. Lalu dia memasangkan mukenanya dan
tetap melaksanakan sholat di kelas, seorang diri, dan tetap duduk di bangkunya.
Aku juga ingat bagaimana ayahnya membopong Nirza dan mendudukkannya di bangku
paling belakang. Akupun ingat betapa lembutnya bunda Nirza membisikkan sesuatu
padanya, menggeserkan tempat duduknya pada posisi yang nyaman, mengambilkan
buku-buku dari tas yang tergantung di samping meja, dan menatanya rapi di atas
meja Nirza agar ia bisa lebih mudah meraih buku yang ia butuhkan. Aku ingat
betul bagaiman pemamdangan itu aku temui setiap hari. Ya, setiap hari...]
“Kau pasti juga tahu,
Tuhan, Nirza cuma anak kecil yang sebenarnya juga ingin banyak melakukan
sesuatu. Nirza ingin bermain-main bersama teman-teman yang lain. Nirza juga
ingin bisa ikut olah raga setiap hari Rabu. Nirza ingin sekali main petak umpet
dengan teman-teman Nirza, tapi ah, pasti Nirza akan kalah terus.hehe. hmm..iya
Tuhan, Nirza ngerti kok, tidak bisa melakukan itu semua. Tidak apa-apa buat
Nirza. Nirza udah seneng kok Nirza masih diberi kesempatan untuk sekolah. Nirza
seneng ketemu teman-teman Nirza, guru-guru Nirza, pokoknya Nirza senang..
Makasih ya, Tuhan..”
[sebuah penerimaan yang
utuh. dari seorang anak bernama Nirza.]
“Dokterpun tak tahu apa
penyakit Nirza, Nirza sudah di foto semua tubuh Nirza, kaki, tangan, dan badan
Nirza. Tapi katanya dokter tidak mendapatkan kejanggalan. Akhirnya saat itu Dokter
bilang sakit Nirza adalah karena keturunan.Tapi terakhir kemarin dokter ambil
foto kepala Nirza. Dan dokter bilang sesuatu pada Ayah dan Bunda, sepertinya
dokter sudah menemukan apa sakit Nirza. Tapi ayah dan bunda tidak bilang
apa-apa ke Nirza. Nirza tidak apa-apa. Tuhan, Nirza yakin sekali Kau itu Maha
Tahu apa penyakit Nirza ini. Tapi..Nirza juga gak peduli kok. Yang penting
Nirza hanya ingin bahagia dalam keadaan apapun. Nirza percaya bahwa Kau
selalu berikan Nirza kebahagiaan dan sesuatu yang terbaik buat Nirza. Makasih
Tuhan..”
“Tuhan...Nirza minggu depan
sudah ujian semester dua. Nirza mau belajar yang rajin biar bisa lulus ujian
grade bawah, trus Nirza bisa naik kelas 4. Kali ini Nirza benar-benar ingin
serius belajar Tuhan, gak tahu kenapa, tiba-tiba semangat Nirza bertambah.
Nirza ingin belajar terus dan serius ikut les. Meski bunda akhir-akhir ini
sering memperingatkan Nirza biar banyak istirahat. Tapi apa yang bisa Nirza
lakukan kalau tidak belajar? Kemaren kepala Nirza sempat pusing sekali Tuhan,
sampai Bunda melarang Nirza untuk ke sekolah. Tapi Nirza tidak mau. Nirza
pengen tetap berangkat dan mempersiapkan benar-benar untuk ujian minggu depan.
Nirza tidak ingin mengecewakan guru-guru yang telah berjasa mengajari Nirza.
Dan yang paling penting, Nirza ingin membahagiakan ayah dan bunda. Ayah bunda
pasti senang kalau nilai Nirza bagus-bagus. Segalanya telah mereka korbankan
demi Nirza. Nirza ingin jadi yang terbaik.
Sepertinya ini adalah waktu yang
tepat.
Terima kasih kasih
guru-guruku..
Terima kasih teman-teman
atas candanya...
Terima kasih Ayah..Bunda...
Aku sangat sayang kalian
semua...
dan, Terima kasih Tuhan, Kau
adalah segalanya buat Nirza..."
[dalam ucap syukurnya,
Nirza mungkin sadar bahwa memang ‘Ini _benar-benar_ waktu yang tepat’]
Nirza...nir...zzaaa....bangun...banguuun
sayang....
kenapa Nirza tak juga bangun?
Ini Bunda sayang...tidakkah Nirza
kangen dengan Ayah dan Bunda??
Lama sekali Nirza tidur...ini sudah satu bulan
sayang.
Tidakkah Nirza lelah..?
Nirza banguun nak...
Bunda
dan Ayah ingin sekali melihat senyum Nirza.
Tidakkah Nirza juga ingin lihat
senyum Bunda dan Ayah?
Bangun sayang...lihatlah senyuman kami untukmu
sayang...bukankah Nirza selalu ingin Bunda dan Ayah tersenyum?
Bangun sayaaang....banguuun...Bunda
dan Ayah sayang Nirza. Sayang sekali...kamu anak yang sangat baik, sayang.
Bangun...
Nirza.....nir...zzaa....
Koma [,] berdetak, dan garis
lurus [____________]
[Tepat 30 hari, masih tetap
sama, tapi kali ini...,
berujung pada sebuah titik
[.]
Dedicated for Nisa (Nirza
Farhan)
R.I.P 19.06.2012
-telepati itu seolah
meresap dan menggaung-gaung di kepalaku,
lalu kutulis ini untuknya.
Terima
kasih Nisa sayang, kau membuatku banyak belajar.-
Menyentuh, hingga mataku beckaca2 dibuatnya.
BalasHapusTerima kasih, Xthroks... ikut berdoa untuknya juga ya...
Hapus