Welcome...

"..disanalah sebuah asa dan rasa tersimpan..disana pulalah kelembutan itu ada...dan disana jualah dimana Tuhanmu menghembuskan bisikan kebenaran.. kau semestinya tahu, bahwa dia adalah hatimu..."

Senin, 29 Oktober 2012

About LOVE (Part 2)


Kisah..
(It’s all about Love, Patience, and Sincerity)

Rumahku adalah surgaku. Barangkali semboyan inilah yang sering dipakai untuk menggambarkan kehidupan berkeeluarga yang tentram dan harmonis. Tetapi, apakah memang selalu benar dan nyata adanya bahwa semua keluarga selalu dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang? Ya, pada dasarnya sebuah keluarga memang dibangun atas dasar cinta. Seorang laki-laki menikahi seorang perempuan untuk dijadikan istrinya juga atas dasar cinta.
Sebuah ikrar janji suci pada saat ijab kabul sebetulnya menjadi satu janji yang paling fundamental untuk seumur hidup yang semestinya dipegang kuat-kuat dan menjadi bukti nyata bahwa mereka disatukan atas dasar niat yang suci, cinta yang suci, yang dianugrahkan oleh Tuhan, dan menjadi pengingat akan doa mereka ketika itu agar bisa menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Pengingat disaat masalah-masalah kecil mulai bermunculan, saat keduanya sama-sama mulai mengerti apa sesungguhnya makna dari “menerima apa adanya” ketika menyadari bahwa pasangannya mempunyai kekurangan yang tidak diketahui sebelumnya. Kenyataan tersebut yang kemudian sering dibahasakan dengan ungkapan, “Kau telah banyak berubah!” atau “Kau tidak seperti dulu ketika kita belum menikah!”.
Doa pernikahan tersebut semestinya menjadi janji dan pengingat bahwa sebenarnya untuk mewujud menjadi sebuah kelurga yang -sakinah mawaddah wa rahmah- dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah, dibutuhkan pengertian yang tidak sederhana, dibutuhkan pemahaman yang tidak sepele, tapi sekali lagi itu butuh perjuangan yang berat dan sangat berat.
Berikut ada sebuah cerita,
Konon, ada sebuah rumah yang dihuni oleh sepasang suami istri yang baru menikah dan ibu dari suami tersebut. Mereka hanya tinggal bertiga. Dan entah mengapa sang mertua sangat tidak suka pada menantunya, meskipun menantunya merasa tidak ada yang janggal dengan dirinya, tapi ibu mertua tetap bersikap memperlihatkan ketidak sukaannya. Ibu mertua selalu menyindir menantunya dengan ungkapan yang menyakitkan hati menantunya. Diapun sering menceritakan hal-hal sepele mengenai kekurangan sang menantu pada tetangga-tetangganya. Walhasil banyak tetangga  yang tahu dan akhirnya menyimpulkan bahwa hubungan mereka benar-benar tidak harmonis, banyak anggapan-anggapan miring dari banyak orang mengenai sang menantu yang membuatnya sedih dan merasa sakit hati.
Sang menantu sudah seringkali menceritakan hal itu pada suaminya, akan tetapi suaminya juga tidak bisa berbuat banyak, mengingat sang ibu memang memiliki watak yang keras dan tempramental. Suaminya hanya bisa menyarankan agar istrinya sabar menghadapi ibunya. Namun, kondisi tersebut tak jua selesai.  Ibu mertua tetap dengan sikapnya membenci menantunya. Sang menantupun sepertinya sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya atas perlakuan ibu mertuanya tersebut. Dia menjadi begitu membenci ibu mertuanya. Dia sudah tidak bisa diam atas semua perlakuan itu. Dia begitu dendam pada ibu mertuanya tersebut sampai-sampai berniat ingin menghabisi nyawa ibu mertuanya. Karna dia berpikir itulah cara satu-satunya agar berakhir deritanya. Akhirnya diam-diam, dia memutuskan untuk pergi pada seorang peramu obat untuk ‘menyelesaikan masalahnya’.
Diapun mengutarakan semuanya pada peramu obat tersebut. Dia menginginkan ramuan racun yang dapat mematikan ibu mertuanya sehingga ia terlepas dari nestapa yang selama ini mengurungnya. Peramu obat itupun mengerti, dan dia bertanya padanya “apakah kau yakin dengan ini masalahmu bisa selesai? Apakah kau yakin aku dapat membantumu?”. Sang menantu itupun menjawab, “Ya,  aku sangat yakin hanya ini yang dapat menyelesaikan masalahku, dan jelas dalam hal ini kau membantuku menyelesaikan masalahku. Maka aku akan sangat berterima kasih padamu. Berapapun kamu minta imbalan, akan aku berikan.”. Peramu obat itu mengangguk dan dia meminta waktu untuk membuatkan racikannya.
Beberapa saat kemudian peramu obat itu keluar memberikannya sebotol kecil ramuan yang terbungkus plastik hitam. Dia menjelaskan caranya agar nantinya niat tersebut tidak mencurigakan semua orang sehingga sang menantu bebas dari tuduhan apapun jika terjadi apa-apa dengan ibu mertuanya. Diapun mengangguk senang dan puas akan  menjalankan rencananya tersebut.
Dia mengingat betul saran-saran yang diberikan peramu obat tersebut. Obat itu hanya akan berfungsi setelah dikonsumsi rutin selama enam bulan. Sehingga dia harus memastikan ibu mertuanya mengkonsumsinya setiap hari. Peramu itupun  menyarankan agar selama itu, dia harus bersikap baik pada ibu mertuanya agar nantinya dia tidak dicurigai jika terjadi sesuatu dengannya. Karena orang-orang pasti akan menuduhnya atas dasar permusuhan antara anak dan ibu mertua tersebut. Dan satu lagi, apapun perlakuan ibu mertuanya, dia harus membalasnya dengan sikap terbaik dan harus selalu tersenyum ketika berhadapan dengan ibu mertuanya. Sang menantu mengiyakan dan dia sangat senang membayangkan hasilnya.
  Keesokan harinya, dia mulai menjalankan misinya, sesuai aturan dari sang peramu obat. Pagi-pagi dia memasak makanan kesukaan ibu mertuanya dan menghidangkannya seporsi bersama minumannya, dan tidak lupa dia telah menaburkan ramuan obat tersebut. Begitupun seterusnya, sang menantulah yang selalu menghidangkan makanan untuk ibu mertuanya setiap hari dan setiap waktu makan. Dan setiap kali dia dimaki-maki, sang menantu hanya diam atau justru membalas dengan kata-kata yang baik. Diapun selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh ibu mertuanya. Dia mencoba berpura-pura menjadi baik dan dia sangat berhati-hati bersikap pada ibu mertuanya. Hal itu berlangsung setiap hari terus-menerus bahkan sampai ia terbiasa melakukannya dengan sangat baik.
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan, lima bulan, dan hampir enam bulan telah berlalu, obat itu telah dikonsumsi rutin oleh ibu mertuanya, namun ada hal yang menggetarkan batinnya ketika menyadari bahwa sang ibu mertua telah berubah drastis dalam menyikapinya. Ia menjadi baik bahkan sangat baik, dan selalu menyanjung-nyanjung menantunya di depan semua orang. Terkadang ibu mertuanya sampai membelikannya baju baru, dan ia berkata pada semua orang bahwa ia sekarang sangat menyayangi manantunya. Ia menjadi cemas luar biasa mengingat pada genap enam bulan, ibu mertunya akan mati. Maka iapun bergegas ke peramu obat itu, berniat untuk membatalkan semua rencananya tersebut.
Ia menceritakan semua perlakuan ibu mertuanya saat ini dengan menangis tersedu-sedu pada sang peramu obat, berharap ia dapat membatalkan niatnya dan meminta ramuan penawarnya. “Ketahuilah, obat itu tidak ada penawarnya,” jelas peramu obat. Sang menantu semakin menangis kencang dan menyesali kenapa ia tega berbuat keji pada ibu mertunya karna ia sekarang merasa begitu menyayangi ibu mertuanya. Sang peramu obat pun tersenyum melanjutkan kata-katanya,
“Kau tak perlu cemas. Dan kau tak perlu meminta penawarnya. Aku kini akan menjelaskan yang sebenarnya. Obat yang kau berikan pada ibu mertuamu itu sesungguhnya bukanlah racun, melainkan obat itu adalah suplemen vitamin. Sehingga tidak akan terjadi hal yang membahayakan bagi ibu mertuamu. Aku senang ternyata masalahmu kini telah terpecahkan.”
Bukan main senangnya hati sang menantu mendengar itu, bergegas ia pulang dan seketika sampai di rumah ia langsung menghambur memeluk ibu mertunya, menciumi tangannya dan berujar meminta maaf atas segala hal buruk yang mungkin mengesalkan ibu mertuanya selama ini. Ibu mertuanya pun ikut menangis dan meminta maaf juga pada menantunya atas semua sikap buruknya. Maka pada akhirnya, mereka pun saling menyayangi.*
(* cerita ini didapatkan penulis dari sebuah sumber yang dikemas dengan redaksi penulis sendiri)

Begitulah, terkadang keburukan yang menimpa kita tidak semata karena takdir. Sehingga kita tak bisa pasrah atas keadaan tidak nyaman yang mendera kita. Perlu adanya usaha untuk merubah kondisi menjadi lebih baik dan menjadi seperti apa yang kita inginkan. Dalam kisah ini, ketidak sukaan seseorang akan seseorang terkadang terlihat tanpa sebab, namun terkadang juga karena beberapa sebab yang tidak disadari. Jika ada yang membenci kita, maka janganlah kita hanya tinggal diam, apalagi jika orang yang bersangkutan merupakan bagian yang penting dalam hidup kita, yang setiap waktu dan mau tak mau kita selalu berurusan dengannya.
Meskipun demikian, atas sebab apapun sebenarnya tak harus kita telisik lebih jauh, namun yang harus kita lakukan adalah menghadapinya dan menyelesaikannya. Dan jawabannya adalah dengan kebaikan yang terus menerus dan kesabaran yang tak mengenal batas. Ya, karena memang pada dasarnya kesabaran itu tak pernah ada batasnya. Manusialah yang seringkali membatasi sendiri kesabaran itu dengan mengatakan ungkapan, “kesabaran ada batasnya dan kini kesabaranku sudah habis!”. Maka jika ada yang mengatakan seperti itu berarti memang dia tak bisa bersabar lagi. Dengan demikian, Inti dari cerita tersebut adalah pentingnya menyelesaikan masalah dengan kesabaran, yaitu kesabaran yang tidak pasif tapi aktif. Kesabaran yang ditumbuhkan dalam mencintai seseorang, meraih cinta seseorang, dan mencintai dengan ketulusan.
‘Selamat mencintai untuk dicinta, dan tersenyumlah, maka dunia akan tersenyum juga padamu.’


(Oktober, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar