Welcome...

"..disanalah sebuah asa dan rasa tersimpan..disana pulalah kelembutan itu ada...dan disana jualah dimana Tuhanmu menghembuskan bisikan kebenaran.. kau semestinya tahu, bahwa dia adalah hatimu..."

Jumat, 07 September 2012

"Bukan Puisi"


"..tiba-tiba kenangan masa lalu berkelebat tak tentu arah, mengapa harus ada? jika sedih dan bahagia yang terangkum membekas terlampau dalam hingga menjadikan masa ini menjadi abu-abu, dan esok tiba-tiba berada dalam pelukan kabut. aku pun kembali mengulum senyap ini sembari mendengarkan hingar bingar di kejauhan,,,ya dalam sebuah masa dimana kenangan itu bertandang. mencampuradukkan rasa yg berirama andai dan andai. Benarkah Tuhan sedemikian rumitnya memberikan pelajaran untuk kita? akupun hanya diam dg tetap bersimbolkan 'koma'."

Serasa bertandang pada sebuah masa. Masa dimana menjejakkan kaki adalah hal yang biasa. Namun di masa kemudian hari jejak itu terlihat membelah jalanan berbatu, jejak-jejak yang sangat terlihat ketika kita membalikkan pandangan kita untuk sesaat. Nyaris...membuat cekungan tapak kaki yang mengering pada rekahan tanah merah. Betapapun hasrat ingin kembali meski hanya untuk sekedar menyapa jejak itu, namun tetap tak bisa. Langkah ini telah terlampau jauh dan tak urung bercengkrama kembali dengan serpihan kesedihan yang pernah ada. Tapi percayakah kau, bahwa diantara tangis dan tawa kala itu adalah kesatuan utuh dari kenangan yang tak terelakkan? Tangis itu telah menghantam tawa yang pada saat itu seakan tak berbanding bahkan hampir tak berasa, maka tangis itulah yg berjasa menjadikannya lengkung senyum yang indah.

Kau tahu kenapa masa lalu itu harus benar-benar ada? Dan mengapa terkadang masa itu seolah menjadi peluru yg sewaktu-waktu bisa melesat menembus segalanya ketika kita tarik pelatuknya? Begitu sederhananya Tuhan membagi masa menjadi hal yang sulit kita kompromikan: lalu, sekarang, dan nanti. Namun menjadi rumit ketika melihat apa yang sejatinya Tuhan rangkai dalam tiap-tiap masa itu, menjadikan yang lalu sebagai pijakan, yang sekarang sebagai kepastian, dan menjadikan yang nanti sebagai perencanaan.  Begitu banyak penerimaan  dan kerelaan yang musti kita taruhkan dalam persenjataan kita melalui masa-masa itu. ya, kerelaan, bukan kepuasan atau keputusasaan.

Oh Tuhan...bahkan barisan kesedihan itu ikut mengalun seindah irama merdu kebahagiaan. Mereka benar-benar tak terpisahkan. Ingin aku telisik  kembali bagaimana memainkan nada mayor yang berkumandang syahdu seperti kala itu, tapi nyatanya tak bisa. Dan tetap aku dihadapkan pada nada minor yang mendayu-dayu lirih hingga gaungnya menembus kolong jiwaku.

Bukan, ini bukan sebuah puisi. Aku hanya sedang memeluk rinduku yang tak terperi untuk sebuah alasan mengenang sebuah kenangan. Dia datang begitu saja. Mencambukku dengan timbangan masa lalu. Dan seketika itu juga, aku seperti ingin membenahi segala yang membuat bekas lara ini dan melengkungkan senyum yang lebih lebar dari apa yang aku ingat pada hari ini. Tapi jika Tuhan kabulkan, maka segalanya hanya akan menjadi usang tak bermakna, lalu tidak akan ada lagi hikmah, dan yang akan ada hanyalah keegoisan manusia.
Benarkan dengan alur yang seperti ini kiranya Tuhan mengajarkan kita keikhlasan? Kurasa memang iya. Maka, pastikan selalu bahwa kita tidak sedang ‘mengeja’ Tuhan.
Sekali lagi, ini bukan puisi kawan. Aku hanya memainkan sebaris nada kehidupan ini. Dia mengalun dan tak pernah berhenti memainkan rasa, memunculkan tanda koma [,], kemudian tanda seru [!], dan berlanjut pada tanda tanya [?].

Pada sebuah sudut ruang dan waktu,
(08/09/12)