Tuhan Memberikan Kita “Apa Adanya”
Tuhan memberikan kita segala yg ‘apa adanya’,,apa saja??
Tuhan
memberi kita mata ‘apa adanya’ yg dengannya kita bisa melihat apapun,
alam semesta, dan segala yg tercipta, pun setiap keindahan, bahkan
taburan halus debu-debu yang beterbangan dapat kita lihat dengan
pemberian penglihatan yg ‘apa adanya’...
Tuhan memberi kita
telinga ‘apa adanya’ yg dengannya setiap detak jarum jam pun dapat kita
dengar dengan pemberian pendengaran yg ‘apa adanya’...
Tuhan
memberi kita hidung ‘apa adanya’ yg dengannya kesegaran aroma lembut
tanah basah yg terpercik oleh rintik hujan mampu kita hirup dengan
pemberian penciuman yg ‘apa adanya’..
Tuhan memberi kita mulut
‘apa adanya’ yg dengannya kita menumpahkan setiap keluh tanpa pernah
terbungkam oleh apapun, dengan pemberian pengucap yg ‘apa adanya’...
Tuhan memang memberikan segalanya pada kita dengan ‘apa adanya’....lalu apalagi???
Tuhan pun memberikan kita keluarga yang ‘apa adanya’,....
Seorang
ayah yg dengan setiap tetesan peluh keringatnya tak pernah dirasakan,
selain hanya tergambar senyum syukurnya atas sepeser nafkah untuk kita,
penghabisan tenaga untuk seporsi hidangan makan kita, pengerasan otot
untuk segelas minuman kita, dan pengurasan fikiran untuk baju baru kita.
Itulah yang Tuhan telah berikan, sosok ayah yang ‘apa adanya’...
Tuhan tak lupa pula memberi kita seseorang yang kita sebut ibu, juga ‘apa adanya’..
Sesosok
ibu dengan segala aktifitasnya..., memasak untuk setiap senyuman kita,
mencuci untuk setiap kenyamanan kita, menguras bak mandi untuk setiap
kesehatan kita, merapikan tempat tidur untuk setiap kata lembut yang
keluar dari mulut kita. Tangannya pun mulai kasar dan hitam, ototnya
menonjol, kulitnya keriput, dan mata yang sayu, apalagi, kalo bukan
karena setiap aktifitasnya yang ‘apa adanya’ tapi sungguh melelahkan,
dia hanya mampu memberi kasih sayang yang dititipkan Tuhan untuk
diberikan pada kita, sederhana saja, dari seorang ibu yang ‘apa
adanya’...
Tuhan juga memberikan kita kakak-adik ‘apa adanya’, bukan?
Kakak
yang selalu cerewet untuk setiap sayangnya, dia yang selalu identik
dengan bentuk larangan apapun untuk kebaikan kita. Adik? Ya...dia
hanyalah seorang adik yang susah diatur tapi mengajari kita cara
bersabar sekaligus cara menjadi teladan. Ah, mereka selalu berbeda
dengan kita, dan selalu tak sependapat dengan jalan pikiran kita, mereka
sangat ‘apa adanya’...tapi menjadikan kita tahu, bahwa tidak akan
pernah ada yang benar-benar sama di dunia ini. Kadang mereka cukup
keterlaluan dan menjengkelkan, tapi sikapnya membuat kita yakin bahwa
kita harus hidup dengan jiwa pemaaf dan saling mengerti. Mereka juga
terkadang terlihat polos, tapi itu membuat kita mengerti bahwa ada
banyak hal baik di dunia ini yang bisa kita pilih dengan positive
thinking.
Yaah...mereka ‘apa adanya’, kadang bersikap
sangat tak peduli, tapi itu menyadarkan kita bahwa hidup tak pernah
meminta kita untuk saling memusuhi, dan ketidakpedulian mereka membuat
kitapun sadar bahwa ikatan kita dengan mereka tak pernah bisa terlepas
kecuali kita sendiri yang memilih untuk melepaskan diri. Mereka ‘apa
adanya’...yg dengannya kita bisa belajar menempatkan diri pada posisi
yang sesuai dalam perbedaan lingkup keluarga dan di luar keluarga. Ya,
lagi lagi...kakak-adik kita adalah orang-orang yang diberikan Tuhan
dengan ‘apa adanya’...
Tentunya ingat bukan, bagaimana kita tumbuh dalam lingkungan yang ‘apa adanya’??
Betul,
lingkungan kita hanyalah sebuah desa yang dikelilingi oleh pohon
pisang, bambu, dan beberapa rumah yang sama-sama sederhana di sekeliling
kita. Tuhan memberikan lingkungan yang ‘apa adanya’....tapi lingkungan
itu membebaskan kita untuk memilih permainan apapun yang kita suka,
petak umpet, kelereng, lompat tali, sangat sederhana bukan? Tapi
permainan itu menjadikan kita belajar bersikap sportif, tanpa memberikan
dampak apapun selain hanya peristiwa terjatuh karna berlari-larian,
lalu kitapun belajar berperan menjadi seorang dokter-dokteran. Seperti
itulah Tuhan menempatkan kita pada lingkungan yang ‘apa adanya’..
Uang?
apakah kita termasuk anak konglomerat? Jelas, bukan. Kita hanya
terlahir dalam keluarga dengan ekonomi kelas menengah, atau bahkan kelas
ekonomi menengah ke bawah. Ayah kita terkadang harus meminjam uang pada
rekan untuk dipakai membayar SPP kita. Bayar pinjaman. Pinjam lagi.
Bayar lagi. Ya..ya..lagi lagi Tuhan memberikan kita kemampuan finansial
yang ‘apa adanya’, tapi itu memaksa kita untuk belajar mengatur keuangan
dan mengalokasikannya dengan tepat sasaran, mengajari kita untuk
berhemat dan memanfaatkan segala hal yang masih berfungsi dengan baik.
Dan itupun membuat mata kita terbuka bahwa masih banyak orang-orang di
luar sana yang memiliki permasalahan ekonomi jauh lebih buruk dibanding
kita, bahkan sangat buruk. Menjadikan kita menyadari suatu hal bahwa
dalam hidup berdampingan, kita musti saling berbagi. Ya begitulah Tuhan
memberikan kita materi yang ‘apa adanya’....
Lalu bagaimana dengan sahabat? teman-teman?
Haahh...mereka
pun juga ‘apa adanya’, bukan orang kaya, tidak jenius,..hmm..tapi
mereka bermacam-macam, terlalu kompleks kalau harus disebutkan karakter
mereka satu per satu. Ya yang pasti merekapun ‘apa adanya’, mereka hanya
bisa mendengarkan celoteh kita, menjadi tempat curahan hati kita, dan
mereka hanya bisa membuat kita sesekali tertawa, bahkan terkadang
menangis, tapi membuat kita paham apa itu kebersamaan dan saling
menghargai perbedaan. Tuhan memang sengaja memberikan kita teman-teman
yang sungguh ‘apa adanya’...
Tuhan memberikan kita
segalanya yang ‘apa adanya’...namun membuat kita mengerti banyak hal
bukan? –apa- dan –adanya-. Dua kata singkat yang sederhana lantas
menjadi pedoman untuk memaknai segala hal secara sederhana dan biasa.
Tapi pernahkan kita menganggap ‘apa adanya’ itu bersamaan arti dengan
‘segalanya ada’?? tidak. Tak pernah. Kalaupun iya, pasti kita hanya
sedang melirik kata tersebut. Jelas, tak ada arti lain selain kata
‘biasa saja’. Tapi apakah cukup sampai disini?tidak.
Dalam
sistem makro cosmos, dalam lingkup kesemestaan, kita sering tertipu
dengan pandangan pada suatu objek yang besar, luas, tinggi, dan itu
menutupi pandangan kita yang semestinya. Jika kita melihat seekor gajah,
maka kita secara langsung hanya memandang gajah itu saja, tanpa kita
peduli apa yang ada di sekitar gajah tersebut. Kita hanya melihat gajah
tanpa mau tahu banyaknya semut yang ada di bawahnya. Besar dan kecil.
“ah, semut kan sudah biasa kita lihat..”, tapi apa dengan begitu lantas
kita menyimpulkan bahwa “gajah itu lebih istimewa dari semut”.
Benarkah??tidak. bahkan hewan sekecil itu mampu mengajarkan kita tentang
kebersamaan, kerukunan, dan saling menghormati. Dan justru dari hewan
sekecil itu, semestinya kita sadar betapa Maha Agungnya Tuhan kita yang
mampu menciptakan hewan sekecil semut dengan struktur organ (mini) yang
sedemikian rupa sehingga tak kalah hebatnya dengan hewan-hewan besar
lainnya.
Singkatnya, dari yang kecil, kita justru sering
melupakan pelajaran berharga dari sana. Imbasnya, kitapun sering
menyepelekan hal-hal kecil dalam hidup kita. Kita terlampau
mengunggulkan yang ‘besar’ dari yang ‘kecil’, yang ‘tinggi’ dari yang
‘pendek’, yang ‘luas’ dari yang ‘sempit’, dan itulah yang seringkali
menelikung arah kesadaran kita dalam memandang realita yang ada.
Seekor semut tidaklah berarti ‘apa adanya’ tapi memang benar-benar ‘ada’ dengan segala hal ’besar’ di dalamnya.
So....?
kita tak perlu menyesali segala yang ‘apa adanya’ dalam diri kita, tapi
bicaralah bahwa kita punya ‘segalanya yang memang benar-benar ada’.
Kita tak perlu menyesali takdir yang telah terjadi pada diri kita.
Kitapun tak perlu memikirkan apa yang akan terjadi di hari esok, karna
yang harus kita lakukan hanyalah bersyukur dan menikmati ‘segalanya yang
ada’ saat ini, lakukan apa yang ingin dilakukan, katakan apa yang ingin
dikatakan, dan tebarkanlah senyuman yang ‘apa adanya’ pada sekeliling
kita. Detik ini juga! ..^^..
Catatan secangkir kopi sebelum tidur,
02.18, 01/03/12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar